Ebook Murah Belajar Service Laptop ++

Thursday, December 13, 2012

Menjelajah di Belantara Ilmu bersama Mata Salman ITB



A.        ALLAH MEMANJAKAN KITA

Pernah kita berfikir, mengapa Allah menciptakan kita? Yang kita ketahui selama ini bahwa Allah menciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya. Coba kita telusuri lebih dalam bahwa Allah ingin memanjakan kita. Hal ini tentu sangat jelas, karena Allah adalah Dzat yang Maha Berdiri Sendiri dan tak lagi butuh dengan apapun di alam jagad raya ini. Walaupun seluruh makhluknya tidak beribadah kepada-Nya, Allah tetap mempunyai Asmaul Husna yang tidak ada secuilpun yang berkurang. Karena pada hakikatnya Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya adalah agar manusia bisa kembali menempati syurga setelah Nabi Adam dan Hawa turun ke dunia.
Allah yang Maha Kaya tidak pernah rugi untuk senantiasa memanjakan manusia selama hidup di dunia, dengan satu dari seratus rahmat Allah yang ada di dunia, karunia-Nya tak mampu dihitung-hitung oleh manusia. Sebagaiamana firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 18 :

“Dan jika kamu menghitung-hitung  nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dunia bukanlah surga namun Allah memanjakan kita dengan berbagai nikmat yang sangat luas, namun sebagai seorang muslim kita harus memahami bahwa dunia hanya sementara dan harus yakin bahwa ada surga di akhirat kelak. Dunia harus dijalani dengan ketaqwaan dengan sebenar-benar taqwa baik saat mendapatkan nikmat maupun saat mendapatakan musibah atau ujian. Manusia senantiasa yakin bahwa Allah itu Maha Melihat dan Pertolongan-Nya sangatlah dekat.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah : 186)

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’ : 70)

Jadi, sudah selayaknya seorang muslim untuk senantiasa bahagia karena Allah senantiasa memanjakan kita dengan nikmat dan pertolongan-Nya serta Insya Allah akan memasukkan umat muslim kedalam syurga-Nya selama tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.
Ada tiga syarat untuk meraih kebahagiaan seorang muslim :

1.         Berdzikir kepada Allah
Allah memerintahkan kita untuk memerintahkan kita untuk berdzikir.
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab : 41)
Berdzikir merupakan tanda seberapa dekat seorang Hamba Allah dengan Rabb-Nya, Allah ingin agar kita senantiasa selalu dekat dengan-Nya dan tatkala seorang muslim dekat dengan Allah maka hatinya akan selalu berada dalam kedamaian dan bahagia.

2.         Jangan pernah berhenti belajar, menuntut ilmu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)

“Ilmu adalah warisan para nabi, para nabi tidaklah mewariskan emas ataupun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu, barang siapa yang mengambilnya maka telah mengambil bagian yang banyak”. (Shahihul Jami Al Albani : 6297)

Sunggguh teramat banyak faedah yang akan kita dapat bila kita faham dalam berilmu terutama dalam ilmu agama Islam. Karena dengan faqih, maka kita akan terhindar dari kesesatan. Agar menjadi orang bahagia maka harus berilmu, karena untuk meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat itu ada ilmunya. Berbeda dengan orang-orang yang jahil, di akan bingung dalam menjalani kehidupan bahkan terkadang arah tujuan hidup dunia, akibatnya sangat mungkin ia akan jatuh dalam kesusahan dan kebinasaan.

3.         Maafkan orang lain, bersihkan hati, lapangkan dada
Akhlak yang baik merupakan cerminan baiknya iman seseorang. Ia tak lagi dipusingkan dengan keburukan-keburukan yang ia terima dari orang lain karena ia yakin bahwa tugasnya adalah untuk berbuat kebaikan dan biarlah Allah yang akan membalasnya. Tatkala ia orang lain berbuat salah kepadanya, hatinya begitu lapang untuk memaafkan karena permasalahan akan segera berakhir karenanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

Dan jika kamu melakukan pembalasan, balaslah seperti yang mereka lakukan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, maka kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan hatimu, dan hendaklah ketabahan hatimu itu karena berpegang kepada Allah. Jangan pula kamu bersedih hati terhadap perbuatan mereka. Jangan pula kamu bersesak dada terhadap apa yang mereka rencanakan.” (QS An Nahl : 126-127).

Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. (QS. An-Nisa: 149).

Menurut Dr. Frederic Luskin dalam bukunya “Forgive for Good”, memaafkan memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran, seperti percaya diri dan harapan serta mengurangi beban kemarahan, stres, dan penderitaan yang disebabkan olehnya. Secara fisik, kemarahan yang terpendam lama juga menyebabkan suhu tubuh meningkat dan mempersulit kita berpikir jernih.  Belum lagi gangguan-gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke dan lain sebagainya.
Memaafkan orang lain tidak akan mampu bila hatinya masih kotor sehingga dadanyapun terasa sempit, padahal dengan memaafkan orang lain sebagai tanda baiknya hati maka banyak kebaikan akan didapatkan baik jasmaniyah maupun ruhaniyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari)


B.        INDAHHNYA BELAJAR AL-QUR’AN

Al-Qur’an merupakan bentuk masdar dari kata qara’a yang berarti membaca. Sedangkan secara syariat Al-Qur’aan dalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang terdiri atas 60 hizb (bagian), 30 juz, 114 surah dan 6666 ayat. Al-Qur’an mempunyai berbagai keutamaan dianataranyas :
a.         Al-Qur’an merupakan petunjuk manusia
Allah Azza wa Jalla berfirman :

(Al Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Ali – ‘Imraan : 138

Al-Qur’an merupakan lentera bagi orang yang beriman untuk menerangi jalan kehidupan agar tidak terjerumus dalam perkara bid’ah dan kesyirikan. Selain itu, cahaya bagi hati sehingga hati menjadi bersih dari berbagai penyakit, seperti iri, dengki, riya’, dan lain sebagainya.

b.         Yang didapat oleh pembacaSabda Rasulullah :

”Bacalah al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti memberi syafaat bagi orang yang membacanya.” (H. R. Muslim).

Setiap muslim mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih keutamaan ini, hanya orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah yang bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Hendaknya kita tidak menyia-nyiakan keutamaan ini karena syafaat di hari kiamat adalah hal yang sangat urgen tatkala dosa-dosa kita begitu banyak. Namun, dalam membaca dalam diatas tidak sekedar membaca melainkan harus dipahami dan diamalkan.

”Orang yang pandai membaca al-Qur’an akan ditempatkan bersama kelompok para Malaikat yang mulia dan terpuji. Adapun orang yang terbata-bata dan sulit membacanya akan mendapat dua pahala.” (H.R Bukhari & Muslim).

”Barangsiapa yang membaca satu huruf Kitabullah maka ia mendapat satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tapi alif itu satu huruf.” (H.R at-Tirmizi)

Sudah sangat jelas ini bahwa betapa luar biasanya Allah memberikan keutamaan bagi yang membaca al-Qur’an tak terkecuali bagi yang masih terbata-bata dalam membacanya.

c.         Yang belajar al-Qur’an adalah sebaik-baik manusia
Rasulullah bersabda :

”Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan yang mengajarkannya” (H.R. Bukhari).

Jadi bukan hal yang percuma, apabila satu atau dua kali kita harus untuk datang ke majelis untuk belajar mengaji, baik cara membacanya, menghafal, atau mentadaburi arti dan maknanya karena Insya Allah selama dilandasi keikhlasan dan kesungguhan maka kita akan menjadi orang yang terbaik.

d.         Al-Qur’an merupakan sumber hukum umat Islam
Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang memerintahkan kita untuk menjadikan al-Qur’an sebagai dasar atau hukum bagi umat muslim tanpa terkecuali karena dengan menjadikan al-Qur’an sebagai hukum maka hal itu adalah bukti ketaatan dan meyakini bahwa tidak keraguan kebenaran serta manfaat didalamnya

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat” (QS. An Nisa’ :  105)

e.         Belajar Al-Qur’an dikelilingi malaikat, mendapatkan kedamaian, dan

 Nabi saw bersabda: ”Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, melainkan ketenangan jiwa bagi mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.” (H.R Muslim).


C.        TAZKIYATUN NAFS

Tazkiyah secara bahasa adalah masdar dari kata ( زَÙƒَّÙ‰ ) yang berarti ( Ø·َÙ‡َّرَ ) yaitu , mensucikan. Sedangkan nafs berarti jiwa. Jadi tazkiyatun nafs berarti mensucikan jiwa. Tazkiyatun nafs dalam pelaksanaan yaitu dengan membersihkan/mensucikan jiwa dari penyakit2 jiwa, kemudian menjaganya agar tetap bersih dan berusaha untuk meningkatkan kesucian jiwa. Mensucikan jiwa bisa dilakukan dengan menjalankan ibadah dengan ikhlas dan khusyu’, karena pada hakikatnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti shalat, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah. Salah satu contoh pada pelaksanaan shalat yang juga terdiri atas aspek tazkiyatunn nafs.
Abu Hurairah radhiyallaahu anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: "Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa". (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu', jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi. Demikian pula pada ibadah-ibadah yang lain.
Oleh karena itu, tazkiyatun nafs adalah hal yang sangat urgen dan harus selalu dilakukan oleh seorang muslim karena tidak ada manusiapun di dunia ini yang terlepas dari dosa atau kesalahan tak terkecuali nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


D.        ANTARA ZIONIS DAN YAHUDI

Zionis adalah gerakan internasional yang didirikan Theodore Herzg, wartawan yahudi kebangsaan Austria, “Yahudi bukan agama, yahudi adalah ras tinggi (unggul) yang tak bisa hidup berdampingan dengan ras lain.”  Bahkan dalam salah satu burtukulat, “Manusia adalah yahudi, yang bukan yahudi adalah layaknya binatang”.
Berdasarkan dukungan terhadap zionis, Yahudi dibagi atas dua golongan yaitu :
a.     Neturei Karta
Kata Neturei Karta berasal dari bahas Aram yang secara harfiah berarti Penjaga Kota. Adapun secara istilah Neturei Karta adalah organisasi tertua yang menentang gerakan dan ideologi zionisme. Organisasi ini dimulai pada abad ke-18, dengan kelompok Yahudi Ortodoks sebagai pelopornya dan dipimpin oleh rabi Yisroel ben Eliezer (27 Agustus 1698-22 Mei 1760). Neturei Karta kerap menyebut di mereka sebagai Perserikatan Yahudi Penentang Zionis, dibentuk secara resmi pada 1935 sebagai reaksi atas munculnya zionisme dan rencana pembentukan negara Israel. Mereka menilai kaum zionis yang dianggap sekuler, telah mengotori Tembok Ratapan.
Penolakan Neturei Karta terhadap zionis bukan berarti mereka tidak ada permusuhan dalam hati mereka, terutama terhadap Islam. Mereka meyakini bahwa pembentukan negara Israel hanya diperbolehkan pada saat kedatangan sang juru selamat (Messiah/Imam Mahdi).

b.      Yahudi pendukung zionisme
Yahudi yang satu ini adalah pelaku zionis, dimana mereka melakukan penjajahan terhadap negara-negara di sekitar mereka, terutama negara kaum muslimin. Hati mereka telah tertanam kebencian terhadap kaum muslimin, sebagaimana firman Allah SWT,

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS Al-Maaidah 82)

Syaikh as-Sa’dirahimahullah mengatakan, “Secara umum, kedua kelompok inilah golongan manusia yang paling besar dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin dan paling banyak berusaha mendatangkan bahaya kepada mereka. Hal itu karena sedemikian keras kebencian orang-orang itu kepada mereka (umat Islam) yang dilatar belakangi oleh sikap melampaui batas, kedengkian, penentangan, dan pengingkaran (mereka kepada kebenaran).” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 220).

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah 120)

“Dan mereka senantiasa memerangi kalian agar kalian mau murtad dari agama kalian kalau saja mereka mampu melakukannya. Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang yang terhapus amal-amal mereka di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah para penghuni neraka, mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. al-Baqarah : 217).

Oleh sebab itu tidak semestinya, bahkan haram hukumnya bagi umat Islam memberikan loyalitas mereka kepada musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman :, 

“Tidak akan kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir justru berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya, meskipun orang-orang itu adalah ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan Allah keimanan di dalam hati mereka, dan Allah mengokohkan mereka dengan pertolongan dari-Nya, dan Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah sesungguhnya golongan Alah sajalah yang benar-benar mendapatkan kemenangan.” (QS. al-Mujadilah : 22).

Berdasarkan ayat yang mulia ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya yang sangat masyhur Tsalatsatul Ushul

“Barangsiapa yang menaati rasul dan mentauhidkan Allah, maka tidak boleh baginya memberikan loyalitas (pembelaan dan kecintaan) kepada orang-orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya, meskipun orang itu adalah kerabat yang paling dekat.”


E.         MENGEJAR KEMENANGAN DALAM FASTABIQUL KHAIRAT

Fastabiqul khairat secara harfiah memiliki arti berlomba-lomba dalam kebaikan. Anjuran ini tertuju baik bagi laki-laki maupun perempuan. Manusia diperintahkan untuk berlomba dalam berbuat kebajikan terhadap manusia dan alam sekitarnya. Dalam Islam, istilah fastabiqul khairat ini merujuk pada firman Allah :

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah :148)

Jadi sangat jelas dari ayat diatas bahwa hendaknya umat muslim untuk memacu diri dalam berlomba-lomba  dalam berbuat kebaikan sebagai bukti ketaqwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hendaknya kita sebagai umat muslim menjadikan dunia ini sebagai medan juang untuk meraih kemenangan, yaitu surga yang telah Allah janjikan bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah. Bila banyak orang menjadikan barang-barang dunia sebagai bahan koleksinya, hendaknya umat muslim menjadikan pahala dan kebaikan sebagai koleksinya sebagai bahan bekal untuk kehidupan di akhirat.
Berlomba-lomba dalam kebaikan bukan berarti tidak adanya tolong menolong dalam menuju kebaikan, karena Allah sendiri yang memerintahkan untuk tolong menolong dalam kebaikan dan menjauhi dalam berbuat keburukan.

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah : 2)

Menurut Ibnu Katsir, berdasarkan redaksinya, ayat ini memiliki makna umum, yaitu bagi semua hamba agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya, jangan sampai seorang hamba berbuat kebatilan (kemunkaran) yang akan melahirkan dosa dan permusuhan bagi sesama manusia.


F.         KHAIRU UMMAH (UMMAT TERBAIK)

Khairu ummah atau umat terbaik pada intinya adalah umat yang mati dalam keadaan yang terbaik (khusnul khatimah) karena percuma saja dalam hidupnya berbuat baik numun menjelang kematian ia menjadi kafir. Menjadi khairu ummah dapat disimpulkan berjuang untuk mati dalam keadaan yang terbaik, yaitu baiknya iman dan taqwa.
Selain itu, umat islam dalam hidupnya merupakan umat terbaik, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

“Adalah kamu sebaik-baik umat yang diutus untuk manusia menyuruh berbuat baik (ma’ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar dan beriman kokoh kepada Allah…” (QS. Ali ‘Imran : 110)

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku sempurnakan atas kamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam sebagai agamamu”. (QS. Al-Maidah : 5)

Menjadi umat terbaik maka menjadikan hidup dunia sebagai ladang-ladang yang harus ditanam dengan kebaikan dan ketaqwaan yang hasilnya akan dipetik tatkala ia telah meninggalkan dunia. Karena dunia pada hakikatnya adalah persinggahan yang tak lama akan ditinggalkan jadi harus dimanfaatkan untuk menjadi umat terbaik yaitu mempunyaii derajat yang tinggi dihadapan Allah Azza wa Jalla. Umat terbaik tak lepas dari agama yang sempurna yaitu agama Islam yang dibawa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agama Islam sudah sempurna sehingga tidak tidak perlu lagi ditambahkan atau dikurangi, namun kenyataannya sekarang sekolompok orang dari umat muslim dengan sengaja melakukan amalan-amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah (bid’ah) seolah-olah amalan-amalan mereka lebih baik dari ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah dan sudah di nyatakan oleh Allah dalam surah Al-Maidah ayat 5. Hal ini menjadikan mereka merugi karena telah menyelisihi ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah perkataan Allah dan sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, ketahuilah sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan ada di neraka.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ hal.13 dan Al-Laalikaa`iy hadits ke 100 (1/84))

Namun, yang perlu perlu diperhatikan bahwa dalam umat islam ada umat yang terbaik (dalam umat islam) yaitu sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian generasi sesudahnya (para tabi’in) kemudian generasi sesudahnya (para pengikut tabi’in). (Muttafaqun ‘alaihi)

======
Catatan ini merupakan ilmu yang diberikan ustadz di Majelis Ta’lim Salman ITB. Adapun karena terkadang waktu yang terbatas, ketidakhadiran, ataupun materi yang terlewat maka saya lengkapi dengan referensi website dan ebook islam serta Jazakallah khair buat akhina yang membantu untuk melengkapi catatan yang terlewat.
Referensi :

2.       http://alsofwah.or.id
3.       http://hidayatullah.com

0 comments:

Post a Comment

REMPELAS.com Aman dalam Berbagi
DAPAT UANG