(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyyah An-Nawawi)
Syaithan adalah musuh besar manusia, yang memiliki target utama
menjerumuskan sebanyak mungkin manusia ke lembah kebinasaan, keluar dari
jalan istiqamah menuju jalan kesesatan. Di masa sekarang, jalan-jalan
kesesatan hasil propaganda syaithan telah demikian marak, menjerat siapa
saja yang lengah dan kurang peduli terhadap seruan agamanya. Untuk
menangkal dan memperbaiki keadaan itu tidak ada jalan lain kecuali
kembali kepada semua yang telah membuat baik generasi awal umat ini.
Setiap manusia diciptakan Allah I dalam keadaan memiliki pembisik
jahat yang memiliki target berbahaya. Bila manusia tersebut salah
melangkah maka akan menjadi mangsa si pembisik yang jahat itu.
Rasulullah r telah mengisyaratkan dalam sabda beliau tentang adanya
pembisik ini dalam hadits riwayat Al-Imam Muslim no. 2815 dari ‘Aisyah x
“Ada apa dengan dirimu wahai ‘Aisyah, apakah kamu cemburu?” Aku
(‘Aisyah) menjawab: “Bagaimana aku tidak cemburu terhadap orang seperti
engkau.” Beliau berkata: “Ataukah telah datang syaithan (yang menjadi)
pendampingmu?” Aku berkata: “Ya Rasulullah, apakah (ada) syaithan yang
bersamaku?” Rasulullah menjawab: “Ya” Aku berkata: “Apakah setiap
manusia didampingi syaithan?” Beliau berkata: “Ya” Lalu aku berkata:
“Bersamamu juga?” Beliau menjawab: “Ya, akan tetapi Allah telah menolong
diriku atasnya sehingga (ia) masuk Islam.”
Tahukah pembaca, siapa pembisik yang jahat itu? Dialah syaithan. Allah I berfirman dalam rangka mengingatkan kita:
“Dan jangan kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, sesungguhnya
dia bagi kalian adalah musuh yang nyata. Sesungguhnya dia selalu
memerintah kalian untuk (melakukan) kejahatan dan kekejian dan agar
kalian mengucapkan apa-apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-Baqarah:
168-169)
Demikianlah betapa bahayanya pembisik ini. Allah I telah mewanti-wanti
setiap hamba-Nya agar mewaspadai ulah syaithan dan tidak terjatuh dalam
bujuk rayu mautnya. Sekali terjatuh dalam jeratannya, akan sulit untuk
melepaskan diri kecuali orang-orang yang Allah beri rahmat dan
pertolongan.
Sikap senantiasa mewaspadai bujuk rayu syaithan dan menjauhi perbuatan
yang bisa mengantarkan seseorang terjerumus pada perbuatan dosa
yang sangat disukai syaithan, semestinya dimiliki oleh tiap muslim.
Inilah faktor utama seseorang bisa bertahan meniti jalan istiqamah.
Dari sini betapa agung sikap istiqamah dan betapa celaka bagi orang yang
keluar dari istiqamah. Al-Imam An-Nawawi t mengatakan: “Makna istiqamah
adalah: Senantiasa di atas ketaatan kepada Allah I dan (kalimat ini)
termasuk dari Jawami’ Al-Kalim (lafadznya singkat dan maknanya padat)
dan dia adalah pengatur semua perkara.”
Allah I berfirman di dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah,
kemudian berpegang teguh padanya niscaya malaikat akan turun atas mereka
untuk (memberikan kabar gembira) agar kalian jangan takut dan bersedih.
Bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan buat kalian.”
(Fushshilat: 30)
Rasulullah r mengabarkan dalam sabdanya tentang seseorang yang tidak
istiqamah sebagaimana dalam hadits riwayat Al-Imam Muslim no. 118 dari
shahabat Abu Hurairah z:
“Di pagi hari seorang beriman dan di sore harinya menjadi kafir, dan
di sore harinya beriman di pagi harinya menjadi kafir. Dia melelang
(menjual) agamanya dengan harta benda dunia.”
Termasuk perkara yang nyata dalam kehidupan, yang tidak akan dipungkiri
oleh setiap orang adalah adanya sunnatullah (ketetapan Allah) bagi
setiap hamba yang tidak akan berubah. Di antara hamba ada yang tersesat
semenjak beban syariat harus ia tunaikan sampai ia menghadap Allah. Dan
ada pula yang mendapatkan hidayah untuk istiqamah di awal perjalanan
hidupnya namun di akhir kehidupan menjadi orang yang tersesat. Ada pula
yang sebaliknya, di akhir kehidupan dia mendapatkan hidayah di jalan
istiqamah meski awalnya penuh bergelimang dengan dosa dan maksiat.
Inilah sunnatullah yang tidak bisa ditolak oleh setiap orang.
“Sunnatullah telah berlalu (berlaku) dari sebelumnya. Sekali-kali
kamu tidak akan menjumpai pada sunnatullah itu perubahan.” (Al-Fath: 23)
Allah I berfirman:
“Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak akan menganiaya hamba-hamba-Ku.” (Qaf: 29)
Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Al-Fawaid berkata: “Ada yang berpendapat,
yang dimaksudkan (dalam ayat ini) seperti firman Allah I:
“Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Hud: 119)
Sementara janji-janji yang diberikan kepada orang beriman adalah jannah.
Hal ini tidak akan bisa diubah dan tidak bisa ditentang.”
Ibnu Abbas z berkata: “Maksudnya, Allah I berfirman: ‘Apa yang sudah Aku
janjikan kepada orang-orang yang taat dan yang mendurhakai-Ku tidak
akan berubah’.”
Mujahid t berkata: “Telah Aku putuskan apa yang memang Ku-putuskan.”
Dan masih banyak penafsiran lain tentang ayat ini, namun yang paling benar adalah kedua penafsiran tersebut.
Beberapa Penyebab Keluar dari Istiqamah
Mengetahui perkara yang bisa menyebabkan seseorang keluar dari jalan
istiqamah merupakan perkara yang sangat penting. Hudzaifah Ibnul Yaman z
berkata: “Orang-orang (para shahabat Rasulullah r) bertanya kepada
Rasulullah r tentang kebaikan, namun aku bertanya kepada beliau tentang
kejahatan (karena) khawatir (kejahatan tersebut) menimpaku.” (HR.
Al-Bukhari)
Melalui hadits ini dan hadits Rasulullah r:
“Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim dari shahabat Tamim Ad-Dari z)
Ada beberapa perkara yang menyebabkan seseorang menyeleweng dan keluar dari istiqamah, di antaranya:
a. Hilangnya dasar-dasar keistiqamahan di tengah kaum muslimin dan
terbukanya pintu-pintu penyelewengan yang berakibat mendekatnya
penyeru-penyeru penyelewengan dari kalangan syaithan jin dan manusia.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Ibnu Majah dalam
Sunan-nya, Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya, Ad-Darimi di dalam Sunan-nya
dan selain mereka dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam
kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, 1/7, hadits no. 11, dari shahabat
Abdullah bin Mas’ud z bahwa Rasulullah r membuat sebuah garis lurus
dengan tangan beliau dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah yang
lurus.” Lalu beliau menggaris dari kanan dan kiri kemudian mengatakan:
“Ini adalah jalan-jalan yang tidak ada satupun dari jalan-jalan tersebut
melainkan syaithan menyeru di atasnya.” Kemudian beliau r membaca
firman Allah I: “Ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dia, dan
jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang menyebabkan kalian terpisah
dari jalan-Nya. Demikianlah wasiat Allah kepada kalian agar kalian
menjadi orang yang bertakwa.”
b. Meninggalkan pendidikan Islami bagi generasi muslim sejak dini dan
menganggap perkara tersebut sebagai perkara kecil. Generasi penerus itu
tidak diarahkan kepada sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan dunia
dan akhirat mereka. Lalu bagaimana bisa diharapkan bila demikian cara
peletakan batu pertama terhadap generasi Islam, agar dia tumbuh menjadi
orang yang cinta terhadap ketaatan, benci terhadap kemaksiatan dan
selamat fitrahnya?
c. Memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mencari kesenangan
hidup tanpa ada aturan syariat. Sehingga anak pun melakukan segala
kerusakan selama dia bisa mendapatkan kesenangan, seperti permainan yang
melalaikan, menonton film-film porno dan sinema yang penuh kedustaan,
narkoba, ‘dugem’, pergaulan bebas, merokok, musik, dan lain-lain.
d. Hilangnya perhatian para guru terhadap anak didiknya, sehingga
mereka berbuat apa saja yang diinginkan, walaupun hal itu bertentangan
dengan apa yang dikajinya. Hal ini mengakibatkan pada diri mereka muncul
dua pendorong yang berbahaya. Pertama: Dorongan untuk terjerumus
menjadi orang yang menyeleweng, dan Kedua: Menjadi orang yang bangkrut
kehidupan dunia dan akhiratnya.
e. Meninggalkan rumah-rumah Allah I (masjid) dan tidak memenuhi
panggilan seruan da’i-Nya, karena melanglang buana dalam aktivitas yang
tidak berguna untuk dunia, terlebih untuk akhirat. Inilah mayoritas
perbuatan yang dilakukan di tengah muslimin, terlebih di kalangan para
pemuda yang cenderung senantiasa melampiaskan nafsunya.
f. Bertebarannya kemungkaran di tengah-tengah kaum muslimin dan
terciptanya lingkungan yang jelek dan kotor. Semua ini sangat mungkin
menjadi sebab terjadinya penyelewengan dan keluar dari istiqamah.
g. Terlepasnya tali hubungan antara anak dan bapak yang shalih lagi
bertakwa kepada Allah I, sehingga anak menempuh jalan-jalan kedurhakaan
yang merupakan seruan Iblis dan tentara-tentaranya untuk menuntut
keadilan dan kebebasan hidup dari orang tua yang shalih dan bertakwa
tersebut. (Lihat kitab Asbab Istiqamah Asy-Syabab wa Bawa’its
Inhirafihim karya Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali,
hal. 29-32).
Ini beberapa sebab terjadinya penyelewengan dan keluarnya seorang muslim
dari jalur istiqamah. Keadaan ini membutuhkan jawaban (solusi) agar
jangan sampai generasi Islam pada masa yang mendatang menjadi pengibar
bendera kesesatan dan penyelewengan, menjadi generasi yang tidak berdaya
di hadapan musuh-musuh Allah I, generasi yang egois, rusak moral,
menjadi generasi yang rendah dan budak piaraan musuh-musuh mereka. Tentu
jawabannya adalah harus kembali meniti jalan salaf (pendahulu) kita
yang shalih di dalam memahami dan mengamalkan agama Allah I. Rasulullah r
bersabda:
“Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan dan tidak akan tercabut
kehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu
Dawud dari shahabat Abdullah bin ‘Umar x. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 423)
Al-Imam Malik t mengatakan:
“Sekali-kali tidak akan ada yang memperbaiki urusan umat ini
melainkan (harus kembali) kepada apa yang telah memperbaiki umat
terdahulu.”
Seorang penyair mengatakan:
“Setiap kebaikan itu karena mengikuti salaf dan setiap kejahatan itu karena kebid’ahan orang kemudian.”
Abu ‘Amr Al-Auza’i t mengatakan:
“Hendaklah kamu mengikuti jalan-jalan pendahulumu yang shalih sekalipun orang-orang menolakmu (tidak menyukaimu).”
Wallahu a’lam.
Sunday, January 6, 2013
Sebab-sebab Keluar dari Istiqomah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment