Ebook Murah Belajar Service Laptop ++

Sunday, August 12, 2012

MANAJEMEN MARAH



Manusia mempunyai beberapa sifat alami atau biasa kita sebut dengan fitrah, salah satunya adalah marah. Sehingga marah tidak bisa dihilangkan dari diri manusia. Tetap marah bisa dikelola atau kerennya dimanage sehingga tidak menyebabkan destruktif bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain. 

Apa sih penyebab timbulnya marah?
Menurut Prof. DR. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ,  Marah muncul karena adanya dorongan agresif yang lazim disebut dengan istilah human agressive. Dorongan rasa marah ini bisa saja muncul karena sesuatu terjadi di luar dugaan atau di luar perhitungan. Harapan yang tinggi sementara kenyataannya tidak demikian juga bisa menyebabkan kekecewaan dan dapat memicu rasa marah.

Sejalan dengan pandangan Prof. DR. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ, psikolog E. Kristi Poerwandari dari Bagian Psikologi Klinis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mendefinisikan marah sebagai salah satu emosi.  Secara garis besar dorongan marah itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor internal (dari dalam diri). Ada konflik internal yang tidak bisa terselesaikan dan akhirnya keluar dalam bentuk marah.  Misalnya Anda merasa gusar karena tak bisa bangun pagi sehingga selalu terlambat rapat dengan klien. Kedua, faktor eksternal. Misalnya, ada provokasi dari luar.
Apapun penyebabnya, internal atau eksternal, marah merupakan emosi yang tersalur melalui sinyal pengantar syaraf atau neurotransmitter, pada sel-sel syarat pusat otak. Sinyal ini diteruskan ke kelenjar endokrin suprarenalis penghasil hormon adrenalin.  Akibatnya tekanan darah naik.  Mukanya menjadi merah, jantung berdebar-debar kencang mengikuti peningkatan hormon adrenalin tadi.

Biasanya dorongan untuk marah muncul untuk survival, atau mempertahankan hidup.  Orang tidak akan diam saja manakala dirinya diserang atau diperlakukan tidak adil oleh pihak lain.  Secara refleks akan timbul sikap mempertahankan diri, atau yang kita sebut defense mechanism.  

Secara normatif alquran telah memberikan rambu-rambu dengan marah ini, salah satu ciri dari orang-orang yang bertaqwa adalah orang yang bisa menahan marah ketika pada satu kondisi dia sebenarnya bisa marah. Rasulullah sering kali mengingatkan kepada sahabatnya untuk tidak marah dan itu berulangkali beliau sampaikan, bahkan Rasulullah menjanjikan reward surga bagi yang bisa menahan marah.

Marah karena Allah ataukah syaitan ?
Setiap manusia mempunyai benih sifat pemarah. Namun ada marah karena Allah (ghodhobullah). Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa tidaklah seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kemungkaran yang muncul dari diri sendiri maupun orang lain.
Jadi selain marah karena Allah maka marah itu digolongkan marah karena setan (ghodhobus-syaithan) ialah amarah yang bukan didasarkan karena Allah. Golongan kedua inilah yang banyak terjadi.

Secara umum sifat marah merupakan sifat yang tercela baik dalam tinjauan syara’ maupun dari sisi akal sehat. Dan seringkali menyebabkan timbulnya ragam persoalan yang berakibat tidak menyenangkan. Ketika amarah diekspresikan secara destruktif (memaki, memukul, atau merusak barang), maka marah menjadi emosi yang buruk. Lepas kendali dapat memicu perasaan frustasi, bingung, dan tidak berdaya. Banyak gangguan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh marah yang tidak terkendali. Hasilnya antara lain ketegangan di lingkungan kerja atau kekerasan dalam rumah tangga. Ekspresi marah ini juga dituding memicu kriminalitas dan konflik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukanlah seseorang dikatakan kuat dengan pandai gulat, akan tetapi seorang yang kuat apabila dapat menguasai dirinya di saat marah.”

Kesempurnaan kekuatan seorang hamba adalah dengan mengendalikan pengaruh dari hawa amarah yang bergejolak, maka sebaik-baik manusia adalah seseorang yang syahwat serta hawa nafsunya mengikuti syariat. Kemarahan yang ada pada dirinya dan pembelaannya diperuntukkan kepada kebenaran untuk menepis kebathilan. Dan seburuk-buruk manusia adalah seseorang yang di kuasai oleh syahwat dan amarahnya.
Beberapa kiat yang mungkin bisa menjadi koridor kita dalam meminimalisir sifat pemarah ini:

  1. Sadari bahwa kita marah.Terutama perempuan sering sekali menipu dirinya dan tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa dirinya marah. Bisakah begitu? Contohnya bu Indah benar-benar marah saat mengetahui suaminya lupa membelikan nasi goreng pesanannya sepulang kantor. Waktu mencuci piring, bu Indah sengaja meletakkan piring dengan lebih keras agar berdenting2 mengganggu suaminya. Tapi saat ditanya oleh suaminya “ Kamu marah?”, bu Indah menjawab “Engguaaaak”. Jadi hal pertama saat kita sedang dihinggapi rasa ingin marah akuilah bahwa kita marah. Begitu banyak orang saat rasa marah mulai menjalari dirinya mereka tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam kemarahan. Ingat, merasa marah dengan tahu bahwa aku lagi marah itu sangat berbeda.
  2.  Taawudz “Andaikan seorang yang marah itu suka membaca : A`udzubillahi minasysyaithanirrajiem ( Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syetan yang terkutuk) niscaya hilang marahnya”…(HR.At Thabrani)
  3.  Berwudhu’ “Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan itu dijadikan dari api, dan yang dapat memadamkan api itu hanyalah air, maka apabila seorang dalam keadaan marah, hendaklah segera wudhu`.”(HR.Ahmad dan Abu Dawud) ...
  4. Mandi  ” Duduk ketika sedang berdiri, tiduran ketika sedang duduk, jika masih marah, berwudhu atau mandilah dengan air dingin” (HR. Abu Dawud)
  5.  Tidur
  6.  Berubah posisi.
  7.  Mengalihkan perhatian. Ketika marah dikarenakan sesuatu masalah, maka alihkan pikiran pada masalah lain, juga pandangan mata kita alihkan pada pepohon, ikan di kolam, atau langit yang biru
  8.  Tawadhu’. Sifat pemarah itu berasal dari sifat sombong (ego). Lebih besar ego seseorang lebih besar sifat marahnya. Ini berkaitan pula dengan kedudukan seseorang. Kalau tinggi kedudukan seseorang, tinggi pangkatnya, banyak hartanya, banyak pengikutnya, maka akan tinggilah ego seseorang dan akan menjadi-jadilah pemarahnya. Sebaliknya jikalau kurang segalanya, maka akan kuranglah egonya dan akan kurang juga sifat pemarahnya. Jadi terkadang marah itu bisa sedemikian subur menjadi sifat kita karena dipupuk oleh kebermampuan kita, keberdayaan kita. Bandingkan, jempol kaki kita terinjak oleh tukang sayur atau terinjak oleh istri bos kita di kantor misalkan. Ini bukti bahwa kemarahan itu dekat sekali dengan kesombongan
  9.  Meluruskan tauhid .Telah berkata mujahid dalam sebuah bait syair “Takdir Allah telah putus dan putusan Allah telah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata “barangkali” dan “kalau”. Setiap kelemahan dan kesalahan manusia adalah ujian untuk kita. Allah hendak melihat bagaimana sabarnya kita dan malunya kita kepada Allah dengan mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”.
Jangan sampai kemarahan terus-menerus tiada habisnya. Segera akhiri kemarahan dan saling memaafkan, itu lebih menentramkan daripada menyimpan bara di hati. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa sallam bersabda : " Seorang muslim tidak dihalalkan untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, yang bila keduanya bertemu masing-masing membuang mukanya. Orang yang paling baik di antara keduanya adalah yang lebih dahulu mengucapkan salam. " ( HR. Bukhari dan Muslim ).

Dari uraian di atas kita ketahui bahwa sebetulnya rasa marah itu bisa dikelola. Sebagai makhluk yang beradab, manusia tentu mempunyai mekanisme pengendalian diri. Ada orang yang mampu meredam marah tapi ada juga yang tidak bisa. Kalau pengendalian dirinya lemah, maka bisa terjadi agresivitas, dimana kemarahan secara fisik maupun verbal keluar membabi buta. Tapi orang sudah terlatih untuk bisa sabar, mekanisme internal di dalam dirinya bisa meredam emosi yang meletup-letup dan tidak terpancing untuk bertindak agresif.

Manajemen marah ini dilakukan dengan mengedepankan rasio dari pada emosional. Seseorang yang mampu mengelola amarahnya berarti melakukan mekanisme rasionalisasi dalam tubuhnya. Mekanisme ini mengantarkan pola pikir yang sifatnya positif sehingga bisa meredam konflik atau emosi. Tapi rasionaliasasi ini tidak muncul begitu saja, butuh kemauan, upaya dan latihan yang keras.

Dalam berbagai kasus, seseorang yang terbiasa marah secara agresif bisa dilatih untuk mengendalikan emosi. Caranya dengan mencari penyebab munculnya letupan marah tersebut. Misalnya pada kasus dimana rasa marah muncul untuk menutupi rasa kurang percaya diri, terapi yang dilakukan terlebih dahulu difokuskan pada upaya membangkitkan rasa percaya diri.

Melatih diri mengelola amarah merupakan hal yang memang patut dilakukan, terutama untuk meningkatkan kualitas diri. Sekarang ini kualitas manusia tidak hanya ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient), tapi juga oleh EQ (Emotional Quotient).

Selain itu dengan mengendalikan amarah kita juga bisa meningkatkan kualitas diri secara ruhiyyah yang berimbas pada  peningkatan kualitas ibadah kita.

Oleh : Mustachim

Sumber : 
  1. http://blognyafitri.wordpress.com/2011/12/27/manajemen-marah-by-sugianto-parjan/ 
  2. http://sumbaronline.com/berita-8590-renungan-jumat-manajemen-marah.html
  3. http://hnf66.multiply.com/journal/item/10?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
  4. http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2084860-manajemen-marah/
  5. http://evafitridifra.blogspot.com/2012/05/manajemen-marah.html
  6. http://rijalfadilah.wordpress.com/2008/02/19/anger-management-manajemen-marah/
  7. buku tarbiyah

0 comments:

Post a Comment

REMPELAS.com Aman dalam Berbagi
DAPAT UANG