Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani
(lahir di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1
Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah salah
seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits.
Salah satu dari 3 kibaril ulama (ulama besar) abad 20 yang dijadikan
rujukan ulama-ulama Ahlus Sunnah kontemporer dalam masalah Hadits. Ia
dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan
keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu
(ulama).Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga
pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini
menjadi Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.
Perjalanan menuntut ilmu
Saat
raja Albania yaitu Ahmad Zugu (Zog dari Albania) naik tahta, ia
mengadakan perombakan total sendi-sendi kehidupan masyarakat. Sehingga
menjadi maraklah gelombang pengungsian orang-orang yang ingin
menyelamatkan keluarganya, salah satu diantaranya adalah Keluarga
Al-Hajj Nuh An-Najjati, seorang Ulama madzab Hanafi di Albania sekaligus
ayah kandung dari Syaikh Muhammad Nashiruddin, yang mengungsi dari
Albania ke Syiria.
Dikota Damaskus, mulailah Al-Albani kecil
menunutut ilmu bahasa arab di madrasah Jum’iyyah Al-Is’aaf Al-Khairi. Di
sana ia menyelesaikan pendidikan dasar pertama. Kemudian ia melanjutkan
studi intensif kepada para ulama terkemuka disekitar kota itu. Ia
menimba ilmu Al-Qur’an, tilawah, tajwid dan sekilas tentang fikih Hanafi
kepada ayahnya dan menamatkan beberapa buku sharaf. Lalu ia mempelajari
buku Maraaqi Al-falaah, beberapa buku hadits dan ilmu balaghah dari
gurunya, Syaikh Sa’id Al-Burhaani, beliau juga belajar dari beberapa
ulama besar Syiria, Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq Al-Barzah, dan
banyak ulama lain.
Al-Albani muda pada suatu hari melihat sebuah
majalah Al-Manar disebuah toko buku dan ia pun tertarik dengan tajuk
tulisan yang ditulis oleh Syaikh Rasyid Ridha tentang buku Al-‘Ihya
karangan Al-Ghazzali yang berisi pembahasan ilmiyah berkenaan dengan
kebaikan dan kekurangan buku tersebut berdasarkan penuturan Al Ghazzali
sendiri dan ulama-ulama yang menelitinya. Ia mengikuti seluruh
pembahasan ‘Ihyaa’ Uluumuddin hingga dari buku aslinya dan takhrij
Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa dalam usahanya mengikuti pembahasan
ini ia harus menelaah buku-buku bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits
agar dapat memahami nash-nash yang dibaca disamping melakukan takhrij.
Saat itulah awalnya ia berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun
ayahnya selalu memperingatkan seraya berkata: “Ilmu hadits adalah
pekerjaan orang-orang pailit.”
Saat mendalami ilmu ini ia tidak
sanggup membeli buku-buku yang dibutuhkan, sehingga ia sering
mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah dan disitu ia bisa mendapati
dan membaca buku-buku yang tidak mampu ia beli. Ia juga menjalin
hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di Damaskus sehingga
memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diperlukan. Saat ada orang
yang mau membelinya baru buku tersebut dikembalikan. Ia sering
menghabiskan waktunya menyendiri di perpustakaan Azh-Zhahiriyyah selama
berjam-jam, menelaah, menta’liq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa)
kecuali saat tiba waktu salat. Dan ia seringkali hanya menyantap makan
ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pihak perpustakaan
memberinya ruang khusus, dengan referensi induk untuk kepentingan ilmiah
yang ia lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas perpustakaan
datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah pulang ke rumah
tengah hari dan tidak kembali lagi, namun Al-Albani tetap berada disana
hingga waktu Isya’ tiba. Hal ini ia jalani selama bertahun-tahun.
Dalam
kehidupannya, Al-Albani muda adalah seorang yang sangat miskin. Salah
sumber mata pencahariannya sebelum menjadi guru adalah melalui reparasi
jam yang mana kemampuan ini dia dapatkan dari ayahnya. Hal ini
dikarenakan sebagian besar perhatiannya tercurah pada ilmu. Ia
menceritakan bahwasanya ia sering mengambil sobekan-sobekan kertas dari
jalan (biasanya berupa kartu undangan pernikahan) yang kemudian akan
digunakannya untuk menulis catatannya, karena kemampuannya dalam harta
sangatlah minim. Seringkali, ia membeli potongan-potongan kertas dari
tempat pembuangan (dengan cara ini ia bisa membeli kertas dengan harga
murah dalam jumlah banyak) dan membawanya ke rumah untuk dipakai. Jarak
rumahnya hingga ke perpustakaan pun cukup jauh, dan Al-Albani biasa
menggunakan sepeda sederhananya untuk pulang pergi menuntut ilmu.
Suatu
hari di perpustakaan Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari
manuskrip yang digunakan Syaikh Al-Albani. Kejadian ini menjadikannya
mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog seluruh manuskrip
hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan.
Karenanya, ia mendapatkan banyak ilmu dari ribuan manuskrip hadits,
sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh DR. Muhammad
Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana
DR. Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih
kepada Syaikh Nashiruddin Al-Albani, yang telah menempatkan keluasan
ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.
Syaikh
Al-Albani rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para
penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk membahas kitab-kitab. Berkat taufiq
Allah kemudian kerja kerasnya, maka munculah karya-karya ilmiah dalam
masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan betapa luar
biasanya limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepadanya berupa
pemahaman yang murni, kefahaman pada berbagai macam cabang ilmu agama,
serta penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh wa
ta’dil. Disamping metodologi ilmiahnya yang benar-benar murni, yang
mendudukkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam
menimbang segala sesuatu dalam hal agama, dibimbing dengan pemahaman
Salafus Shalih (pemahaman para Shahabat dan para Imam Tabi'in &
Tabi'in Tabi'ut) dalam menafsirkan Al-Qur'an & mensyarah Hadits,
serta metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam
istimbath hukum. Semua itu membuatnya menjadi tokoh yang memiliki
reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama penegak tauhid &
sunnah.
Al-Albani senantiasa berkorespondensi dengan banyak
ulama, terutama yang berasal dari India, Pakistan dan negara-negara
lain, mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama
pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko dan
‘Ubaidullah Rahman, pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah
al-Mashabih.
Syaikh Al-Albani pernah bertemu dengan salah satu
ulama hadits abad 20, Syaikh Ahmad Syakir dan ia pun ikut berpartisipasi
dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits. Ia juga bertemu dengan
ulama hadits terkemuka asal India, Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang
telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan Al-Kubra karya
Imam An-Nasai, kemudian juga karya Imam Al-Mizzi yang monumental yaitu
Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat
tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan
keyakinan beliau bahwa Syaikh Al-Albani adalah ulama hadits terbesar
saat ini.
Selama hidupnya, Syaikh Al-Albani telah hafal ratusan
ribu hadits beserta sanad sekaligus matan dan rijalnya, ia juga telah
banyak meneliti dan men-ta’liq puluhan ribu silsilah perawi hadits
(isnaad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya, dan
menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits,
sehingga buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan
ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, pent).
Syaikh
Al-Albani wafat pada waktu ashar hari sabtu tanggal 22 Jumadil Akhir,
tahun 1420 H di yordania. Penyelenggaraan jenazahnya dilakukan secara
sederhana dan dihadiri ribuan orang, mulai dari masyarakat hingga
pejabat, bahkan para penuntut ilmu, murid-muridnya, maupun
simpatisannya. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan sederhana dipinggir
jalan sesuai yang ia harapkan. Ia juga berwasiat agar isi
perpustakaannya, baik yang sudah dicetak, difotokopi atau masih tertulis
dengan tulisannya atau tulisan selainnya agar diberikan kepada
perpustakaan Al-jami’ah A-Islamiyah Al-Madinah Al-Munawwarah. Karena ia
memiliki kenangan manis di sana dalam berdakwah kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah di atas manhaj Salafus Shalih, saat menjadi tenaga pengajar
disana.
Perkataan ulama tentang Al-Albani :
1. Syaikh
Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh berkata: “Ia adalah ulama ahli sunnah
yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan.”
2.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Aku belum pernah melihat di kolong
langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti
Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani.” Saat ditanya tentang hadits
Rasulullah shallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah akan
membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid
yang akan mengembalikan kemurnian agama ini.” Ia ditanya siapakah
mujaddid abad ini, ia menjawab, “Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
ialah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahu’alam.”
3.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Ia adalah alim yang
memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat
maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan
hujjah yang kuat.”
Cobaan di penjara
Dalam menegakkan
dakwah tauhid diatas landasan manhaj "Salafus Shalih" (pendahulu
orang-orang sholeh (Rasulullah & para Shahabatnya)), Syaikh Albani
mengalami banyak cobaan. Ia sering menghadapi penentangan yang keras
dari orang-orang ekstrimis (khawarij), bahkan juga dari ulama-ulama
madzhab yang fanatik, guru-guru sufi, kaum khurafat, dan para liberalis
yang menjulukinya sebagai wahabi sesat, bahkan banyak diantaranya yang
menebarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan tak berhujjah kepada Al-Albani.
Dikalangan
khawarij, Al-Albani dituduh sebagai orang munafik yang tak keras
terhadap orang-orang kafir dan pelaku maksiat serta dosa besar.
Sedangkan dikalangan kaum sufi & liberalis, Al-Albani dituduh
sebagai orang khawarij yang gemar mengkafirkan serta memvonis sesat.
Selain itu, ada juga sebagian orang yang menuduh bahwasanya Al-Albani
telah belajar ilmu agama mutlak secara otodidak tanpa guru maupun sanad,
bahkan sempat terbit buku yang berisi biografi palsu tentang Al-Albani
yang berisi tuduhan-tuduhan dari beberapa orang yang membencinya dengan
tujuan menjatuhkan reputasi keilmuan Al-Albani dimata orang-orang yang
sedang semangat belajar padanya.
Dalam merespon tuduhan yang
mengatakan bahwa Al-Albani mudah mengkafirkan dan memvonis sesat ini,
Al-Albani sempat menulis kitab "Fitnatut Takfiir" yang berisi tentang
prinsip-prinsip Ahlussunnah dalam masalah kufur dan takfir (pengkafiran)
untuk membersihkan stigma dalam masyarakat awam bahwa dakwah tauhid itu
adalah dakwah para ekstrimis yang brutal. Dengan poin-poinnya sebagai
berikut:
1].Masalah pengkafiran adalah hukum syar’i dan tempat
kembalinya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
2].Barangsiapa yang tetap keislamannya secara meyakinkan,
maka keislaman itu tidak bisa lenyap darinya, kecuali dengan sebab yang
meyakinkan pula menurut Kitabullah dan Sunah Rasul.
3].Tidak setiap
ucapan dan perbuatan (yang disifatkan nash sebagai kekufuran) merupakan
kekafiran yang besar (kufur akbar) yang mengeluarkan seseorang dari
agama, karena sesungguhnya kekafiran itu ada dua macam, yaitu: kekafiran
kecil (asghar) dan kekafiran besar (akbar). Maka, hukum atas
ucapan-ucapan maupun perbuatan-perbuatan ini, sesungguhnya berlaku
menurut ketentuan metode para ulama Ahlus Sunnah dan hukum-hukum yang
mereka sepakati.
4].Tidak boleh menjatuhkan hukum kafir kepada
seorangpun, kecuali telah ada petunjuk yang jelas, terang dan mantap
dari al-Qur‘an dan as-Sunnah atas kekufurannya, serta telah sampainya
risalah padanya dan telah tegak hujjah atasnya. Maka, dalam permasalahan
ini, tidak cukup hanya dengan syubhat dan zhan (persangkaan) atau
tuduhan saja.
Namun meski begitu, kebencian dikalangan sebagian
orang itu sudah mendarah daging sehingga fitnah itu tetap menyebar
sekalipun sudah jelas tak terbukti bahkan jelas-jelas berlawanan dengan
prinsip dakwah Al-Albani. Hingga pada puncaknya Al-Albani pun dipenjara
karena fitnah dari orang-orang yang memusuhi dakwahnya, namun setelah 6
bulan dipenjara pada akhirnya Al-Albani dibebaskan karena terbukti
bersih dari segala macam tuduhan. Sebelumnya ia pun pernah dipenjara
selama 2 bulan pada tahun 1967 dengan sebab yang sama. Walaupun banyak
orang memusuhinya, namun banyak juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang
simpati terhadap dakwahnya sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi
oleh para penuntut ilmu yang haus akan kajian ilmu yang sesuai dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena ia termasuk ulama penegak dakwah tauhid
& sunnah.
Beberapa tugas yang pernah diemban
Keahliannya
dalam bidang Hadits diakui oleh banyak ulama hadits yang lain, baik
masa lalu maupun sekarang, termasuk DR. Amin Al-Mishri, kepala Studi
Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh
Al-Albani, juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang Ilmu Hadits
di Universitas Damaskus, DR. Ahmad Al-Asal, kepala Studi Islam di
Universitas Riyadh, Ulama Hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah Badi’uddien
Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir
dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari
Ulama Kibar dari Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz,
Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi, dan banyak
lagi yang lain pada masa berikutnya.
Sebagai pengakuan ulama
Arab terhadap keilmuannya mengenai hadits, pihak Al-jami’ah
Al-Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) di Madinah Al-munawwarah
memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di
perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai
1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah
mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat
berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan
keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati
hidangan teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama
murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan
murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru-murid
saja. Ia juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi
untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan S2 di Al-Jami’ah Makkah
Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan
tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah
An-Nabawiyah, ia mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi
berupa Piagam King Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.
Setelah
menganalisa Hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang
ulama hadits India, Syaikh Muhammad Musthofa A’dhami (kepala Ilmu Hadits
di Makkah), memilih Syaikh Al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi
kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid
lengkap dengan ta’liq (catatan) dari keduanya. Ini adalah tazkiyah dari
ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh Al-Albani.
Pada
edisi dari himpunan Hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit
Maktabah Islamy meminta Syaikh Al-Albani untuk memeriksa pekerjaan
mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian
pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan
bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan
dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada
tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”.
Karya
Hasil
karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang hadits dan ilmu
perangkatnya (seperti ilmu Mustholah Hadits, Jarh wa Ta’dil, Rijalul
Hadits, dll) berjumlah sekitar 112 buku. Tujuh belas diantaranya
sebanyak 45 jilid. Ia meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh buah.
Beberapa diantaranya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah:
1].Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah
2].Ahkaamul Janaaiz
3].Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil
4].Tamaamul Minnah fi Ta’liq ‘Alaa Fiqh Sunnah
5]. Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha
6].Silsilah Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi’ fil Ummah
7].Shifat salat Nabi shallahu’alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha
8].Shahih At-Targhib wat Tarhiib
9].Dha’if At-Targhib wat Tarhiib
10].Fitnatut Takfiir
11].Jilbaab Al-Mar’atul muslimah
12].Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa ‘alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman.
Selain
itu murid-muridnya juga memiliki kaset hasil rekaman ceramahnya,
bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap berbagai masalah
yang bermanfaat.
Telah terekam suatu kejadian (dan kejadian ini
terdapat pada dua kaset – murid-murid beliau sering merekam pelajaran
beliau), bahwa seorang laki-laki telah mengunjungi Syaikh Al-Albani di
rumahnya di Yordania dan menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Nabi,
Syaikh Al-Albani meminta lelaki itu duduk dan mendiskusikan
pernyataannya tersebut dalam waktu yang lama, sehingga pada akhirnya, si
tamu tersebut bertaubat dari klaimnya itu, si tamu pun kemudian
menangis, dan semua yang hadir termasuk Syaikh Al-Albani pun turut
menangis. Pada kenyataannya, Syaikh Al-Albani adalah salah satu ulama
yang paling sering terlihat menangis ketika berbicara mengenai Allah,
Rasul-Nya, dan muamalah antar Muslim.
Pada kejadian yang lain,
Al-Albani dikunjungi tiga orang yang kesemuanya menuduhnya kafir. Ketika
waktu sholat tiba, mereka menolak untuk bermakmum kepada Syaikh, mereka
mengatakan bahwasanya tidak mungkin bagi seorang kafir menjadi Imam
Sholat. Syaikh menerima hal ini, dan mengatakan bahwa menurut
pandangannya, ketiga orang ini adalah Muslim, sehingga salah satu dari
mereka berhak menjadi Imam Sholat. Tak lama kemudian, mereka bertiga
berdiskusi lama sekali, bahkan mereka bertiga sempat beberapa lama
berdebat mengenai perbedaan diantara mereka sendiri didepan Syaikh
Al-Albani, dan ketika waktu sholat berikutnya telah tiba, tiba-tiba
ketiga laki-laki ini mendesak untuk ikut sholat di belakang Syaikh
Al-Albani sebagai makmum.
Pendidikan
Ketika Raja Ahmet
Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi
pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri
keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah,
Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun menuju Damaskus.
Setiba
di Damaskus, Al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa Arab. Ia
masuk madrasah yang dikelola Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah hingga kelas
terakhir tingkat Ibtida'iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya
langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari al-Qur'an dari ayahnya
sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih madzhab, yakni
madzhab Hanafi, dari ayahnya.
Al-Albani juga mempelajari
ketrampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga ia
menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi
salah satu mata pencariannya.
Pada umur dua puluh tahun,
al-Albani mulai mengonsentrasikan diri pada ilmu hadits lantaran
terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah
''al-Manar'', sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad
Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab
berjudul al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min
al-Akhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap
hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin karangan Imam
Al-Ghazali. Kegiatan Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh
ayahnya yang berkomentar, "Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan
orang-orang pailit."
Namun, Al-Albani justru semakin menekuni
dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak
memiliki cukup uang untuk membeli kitab. Karenanya, ia memanfaatkan
Perpustakaan azh-Zhahiriyah di sana (Damaskus), di samping juga meminjam
buku dari beberapa perpustakaan khusus. Karena sibuknya, ia
sampai-sampai menutup kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat
menelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu salat tiba.
Akhirnya,
kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di
perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa
kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi leluasa dan terbiasa
datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika orang lain
pulang pada waktu salat dhuhur, ia justru pulang setelah salat isya. Hal
ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Situs-situs berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:
http://www.alalbany.net/albany_books.php
http://www.waqfeya.com/list.php?cat=21 (edisi cetak)
http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=30
http://www.shamela.ws/list.php?cat=11 (Shamela eBooks)
۩۞۩๑BERITAISLAM๑۩۞۩
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Nashiruddin_Al-Albani
Sunday, August 12, 2012
Siapasih Muhammad Nashiruddin Al-Albani?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment